Minggu, 26 Maret 2023

PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN, DALAM KEPRIBADIAN DAN DIRI MANUSIA (dalam sudut pandang Antropologi)

Tugas Narasi 
Mata Kuliah : Antropologi 

Dosen Pengampuh : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC


Nama Mahasiswa : Yudithia 
Jurusan : Fakultas Hukum
NIM : 233300040009

ABSTRAK 
Manusia memiliki pemahaman yang berbeda tentang diri sendiri, khususnya dalam kaitan 
dengan pertanyaan apakah seseorang memahami dirinya sebagai yang independent atau sebaliknya 
interdependent. Artikel ini membahas perbedaan pemahaman (konsep) diri terkait dengan perbedaan 
budaya, khususnya antara budaya individualistis dan budaya kolektif. Perbedaan konsep tentang diri 
membawa pengaruh besar pada perkembangan kognisi, motivasi, dan emosi. Selain itu, budaya juga 
memiliki pengaruh atas perkembangan kepribadian manusia, khususnya berkaitan dengan locus of 
control dan self esteem. Budaya individualistis atau kolektif membawa pengaruh pada penentuan 
sejauh mana seseorang menjadi pengontrol atas perilakukunya. Locus of control ini bisa berada di 
dalam maupun di luar diri individu. Budaya kolektif lebih mendorong pada pencapaian global self 
esteem, sementara budaya individualistis lebih mendorong pencapaian self competence, suatu segi 
lain dari self esteem. Berkaitan dengan penetapan the five-factor model personality yang diakui 
sebagai universalitas sifat-sifat dasar kepribadian manusia, dapat dikatakan bahwa hal itu tidak lain 
sebagai produk dari mekanisme yang terletak di dalam diri makhluk hidup, yang dipadukan dengan 
input dari lingkungan sekitar, yang berperan mengaktifkan mekanisme tersebut. 

Kepribadian
Setiap yang lahir akan tumbuh dan berkembang mengikuti arus yang terus bergerak. Arus itumelahap siapa saja yang ada di sekitarnya, tidak terkecuali manusia. Namun manusia adalah makhlukyang special. tidak seperti hewan dan tumbuhan, manusia dapat menentukan kehendaknya secara aktifdan sadar. Sifat special yang dimiliki manusia itulah yang menghadirkan berbagai warna kehidupan.Apapun itu, segala hal yang bersentuhan dengan manusia akan menjadi pembentuk diri manusia itusendiri. Hasil dari pembentukan itu dapat disebut juga sebagai kepribadian yaitu cara khas seseorangdalam berpikir, merasa, dan berkelakuan. 

Antropologi mendefinisikan kepribadian sebagai watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu khusus. Sedangkan kawannya Psikologi mengartikannya sebagai suatu organisasi dari berbagai aspek psikis dan fisik yang merupakan suatustruktur dan proses sekaligus. Dari definisi yang tertera, maka hal utama yang perlu diketahui ialah,proses pengalaman yang melekat pada manusia melahirkan berbagai macam perbedaan sehinggaterciptalah identitas yang memiliki ciri khusus.

Dari yang telah kita ketahui dari definisi kepribadian di atas, maka sekarang kita akan menjelajahilebih dalam lagi untuk Mengetahui seluk-beluk atau hal-hal yang melatarbelakangi terbentuknyakepribadian. Rangsangan, tentunya mustahil saya dapat mengetik tulisan ini jika tidak dapat mendeteksirealitas. Proses merangsang itu hadir berbarengan dengan aktifnya indrawi manusia. Segala hal yangterdekteksi melalui rangsangan indrawi manusia akan menghasilkan sebuah persepsi didalam pemikiranmanusia. Persepsi ini menjadi unsur pertama yang paling mendasar dalam membentuk kepribadian manusia. 

Persepsi-persepsi yang terputus koneksinya dengan rangsangan akan berubah menjadi sebuahkenangan. Segala bentuk persepsi yang dikumpulkan akan berubah menjadi berbagai macam kenangan.Kepingan-kepingan kenangan yang kita miliki akan membentuk sebuah penggambaran baru yang lebihlengkap yaitu apersepsi. Apersepsi ini tidak didapatkan secara rangsung melalui rangsangan, melainkansintesis hasil kenangan manusia. Apersepsi membantu manusia untuk mendapatkan detail secara akurat terhadap realitas. Saat apersepsi manusia sudah kaya, maka manusia dapat menggolongkan perbedaan-perbedaan maupun persamaan yang terdapat pada realitas. Apersepsi yang dapat mendeteksiperbedaan maupun persamaan pola-pola terhadap realitas dapat disebut juga sebagai pengamatan. 

Pola-pola persamaan maupun perbedaan yang terekam melalui hasil pengamatan manusia akanmenghadirkan sebuah rasio, yaitu kemampuan untuk melakukan abstraksi, penalaran (induktif dandeduktif), dan yang paling penting ialah konklusf. Pada tahap ini, *Menurut saya segala sesuatu yangdihasilkan manusia sudah dapat disebut sebagai budaya, sedangkan sebelum tahap ini—manusia hanyadikendalikan oleh dorongan naluri*, pembentukan kepribadian terjadi secara intensif. Sebab manusia sudah dapat memberikan kesimpulan melalui pola-pola yang terekam, kesimpulan itu disebut sebagaikonsep.

Konsep-konsep yang terkumpulkan dalam pemikiran manusia apabila dipadukan akan menghasilkan gambaran baru. Gambaran-gambaran baru ini tidak memiliki batasan dan tidak terbatasoleh kemampuan indrawi manusia. Manusia bisa saja menggabungkan konsep burung dan manusia,sehingga menghasilkan konsep manusia terbang. Gambaran-gambaran baru ini disebut sebagai fantasi.Dari fantasi-fantasi ini tercermin kreativitas manusia, fantasi ini pula yang menjadi unsur-unsur pembentuk pengetahuan, termasuk proses pembentuk fantasi itu sendiri.

Pembentuk unsur kepribadian yang berhubungan dengan materi disebut sebagai perasaan.Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena basis apersepsi/kenangan yangdimilikinya menghasilkan nilai positif dan negative. Simpelnya karena manusia sudah memiliki kenanganmakan kecoak di dua galaxy yang berbeda, maka kenangan tersebut akan menghasilkan penilaian dariapa yang dirasakan oleh rangsangan indrawi manusia tersebut. Perasaan yang telah memiliki kerangkanilai dapat disebut juga sebagai kehendak.

Kehendak itu sendiri terkadang liar, disebabkan flashback yang terlalu berlebihan ketika mengkhayal mengenai kenangan yang dianggap bernilai tinggi. Kehendak liar itu dapat disebut jugasebagai emosi. Tapi karena manusia bukan makhluk yang menciptakan dirinya sendiri, alias ada subjectpembentuk dirinya, dari unsur pembentuk yang paling kecil adalah sel, hingga yang paling kompleksadalah otak. Maka manusia mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai objek desainernya. Karena sangdesainer tidak mau melihat manusia melakukan ketololan, maka di-installah pengetahuan default yangfungsi utamanya menjaga eksistensi dan esensi manusia itu sendiri. Pengetahuan bawaan ini dideteksiterdapat dalam gen manusia. Pengetahuan bawaan ini juga disebut sebagai naluri. Jika perasaan manusiaitu timbul tanpa adanya pengaruh basis pengetahuan maka perasaan itu disebut sebagai dorongan naluri.

Mengenal Sejarah Perkembangan Antropologi

Tugas Narasi 
Mata Kuliah : Antropologi 

Dosen Pengampuh : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC


Nama Mahasiswa : Yudithia 
Jurusan : Fakultas Hukum
NIM : 233300040009

MENGENAL SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI


Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi
menjadi empat fase sebagai berikut:

· Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi. Sekitar abad ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai
dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak
menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi
mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku
harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan
suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau
bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut
kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan
abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari
sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk
mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
· Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan
berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap
bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap
Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat
sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

· Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain
seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni
tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan￾pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari
kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya.
Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di
luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah
kolonial.

· Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa
asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini
membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar
negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil 
mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa
Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi
ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah
pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Senin, 20 Maret 2023

Alasan Mengapa Hubungan Suku Sunda dan Suku Jawa Kurang Baik ?

Tugas Narasi 
Mata Kuliah : Antropologi 

Dosen Pengampuh : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC

Nama Mahasiswa : Yudithia 
Jurusan  : Fakultas Hukum
NIM : 233300040009


Alasan Mengapa Hubungan Suku Sunda dan Suku Jawa Kurang Baik ?

Kata siapa tidak hangat, malah sekarang hubungan kedua suku ini sangat harmonis, secara kekerabatan etnis Sunda dan Jawa sangat dekat. Jika anda mempertanyakan cerita "Kidung Sundayana" tentang "Perang Bubad", ya pada masa itu Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Majapahit sempat memutuskan hubungan diplomatik dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan diantara kedua Kerajaan tersebut. Maka dari itu terciptalah peristiwa larangan "Estri ti luaran" yang isinya adalah tidak diperbolehkan menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian diartikan lebih luas lagi " Larangan Suku Sunda menikahi Suku Jawa".

Lukisan Putri Diah Pitaloka Citraresmi (Putri dari Kerjaaan Sunda Pajajaran)

Akan tetapi sekarang ada upaya dari gubernur Jawa Barat (Sunda),Yogyakarta dan Jawa Timur(Jawa) agar peristiwa ini dapat dilupakan karena itu adalah kesalahan leluhur kita, seharusnya kita sebagai generasi sekarang harus bisa memaafkan bahkan mempererat hubungan persaudaraan satu pulau agar tercipta hubungan harmonis antara Suku Sunda dan Suku Jawa yang merupakan etnis terbesar di Indonesia . Upaya tersebut adalah dengan rekonsiliasi budaya , yaitu Peresmian tiga ruas jalan di Kota Bandung (Sunda) yang berganti nama itu adalah Jalan Gasibu diubah menjadi Jalan Majapahit. Kemudian ada Jalan Cimandiri menjadi Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Pusdai jadi Jalan Citraresmi. peresmian dilakukan oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Gubernur Jatim Soekarwo dan Wagub DI Yogyakarta Paku Alam X di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.

Jalan Majapahit di Kota Bandung.

Begitu juga penggantian nama jalan pun sudah dilakukan di Surabaya dan Yogyakarta. Di Kota Surabaya, nama Jalan Dinoyo berubah menjadi Jalan Sunda. Lalu, Jalan Gunung Sari berganti nama Jalan Prabu Siliwangi di bulan Maret 2018.

Di tahun sebelumnya, Yogyakarta lebih dulu memberi nama Jalan Pajajaran dan Jalan Prabu Siliwangi di ruas jalan jantung Kota Yogyakarta.

Jalan Pajajaran di Yogyakarta.

Upaya ini bertujuan memperbaiki memori kelam peristiwa perang Pasundan Bubat yang terjadi 661 tahun lalu.

Gubernur Jawa timur Soekarwo optimis pendekatan budaya mampu mengakhiri permasalahan Jawa-Sunda. "Budayalah yang bisa menjernihkan dan membersihkan yang kotor. Lewat pendekatan budaya maka tidak akan yang terluka dan merasa benar atau salah," ungkapnya.

Menurut Pakde Karwo, jauhnya jarak terjadinya Pasundan Bubat dengan munculnya berbagai cerita yang ada di buku-buku merupakan upaya divide et impera oleh penjajah.

Karenanya, para tokoh meliputi budayawan, sejarawan, akademisi dan pemerintah sepakat untuk meluruskan hal itu, sehingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan.

"Dengan harmoni budaya ini maka akan bisa menjadikan Jawa-Sunda ini bersatu dan memperkokoh NKRI seperti yang dicita-citakan para pendiri republik".

Nah itulah upaya yang dilakukan pemerintah kedua etnis tersebut dan pada zaman ini hubungan antara Etnis Sunda dan Etnis Jawa sangat harmonis. menurut saya upaya pemerintah berhasil karena jarang terjadi gesekan diantar kedua etnis tersebut.

Teman teman saya banyak yang berasal dari kedua etnis tersebut, mereka sangat dekat,menghargai, bahkan humoris sekali. Dan istilah larangan Suku Sunda menikahi Suku Jawa itu telah hilang ketika kakak perempuan saya (Sunda) menikah dengan laki laki dari etnis Jawa, semua baik baik saja, dikaruniai satu anak bahkan langgeng sampai sekarang.