Senin, 20 Maret 2023

Alasan Mengapa Hubungan Suku Sunda dan Suku Jawa Kurang Baik ?

Tugas Narasi 
Mata Kuliah : Antropologi 

Dosen Pengampuh : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC

Nama Mahasiswa : Yudithia 
Jurusan  : Fakultas Hukum
NIM : 233300040009


Alasan Mengapa Hubungan Suku Sunda dan Suku Jawa Kurang Baik ?

Kata siapa tidak hangat, malah sekarang hubungan kedua suku ini sangat harmonis, secara kekerabatan etnis Sunda dan Jawa sangat dekat. Jika anda mempertanyakan cerita "Kidung Sundayana" tentang "Perang Bubad", ya pada masa itu Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Majapahit sempat memutuskan hubungan diplomatik dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan diantara kedua Kerajaan tersebut. Maka dari itu terciptalah peristiwa larangan "Estri ti luaran" yang isinya adalah tidak diperbolehkan menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian diartikan lebih luas lagi " Larangan Suku Sunda menikahi Suku Jawa".

Lukisan Putri Diah Pitaloka Citraresmi (Putri dari Kerjaaan Sunda Pajajaran)

Akan tetapi sekarang ada upaya dari gubernur Jawa Barat (Sunda),Yogyakarta dan Jawa Timur(Jawa) agar peristiwa ini dapat dilupakan karena itu adalah kesalahan leluhur kita, seharusnya kita sebagai generasi sekarang harus bisa memaafkan bahkan mempererat hubungan persaudaraan satu pulau agar tercipta hubungan harmonis antara Suku Sunda dan Suku Jawa yang merupakan etnis terbesar di Indonesia . Upaya tersebut adalah dengan rekonsiliasi budaya , yaitu Peresmian tiga ruas jalan di Kota Bandung (Sunda) yang berganti nama itu adalah Jalan Gasibu diubah menjadi Jalan Majapahit. Kemudian ada Jalan Cimandiri menjadi Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Pusdai jadi Jalan Citraresmi. peresmian dilakukan oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Gubernur Jatim Soekarwo dan Wagub DI Yogyakarta Paku Alam X di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.

Jalan Majapahit di Kota Bandung.

Begitu juga penggantian nama jalan pun sudah dilakukan di Surabaya dan Yogyakarta. Di Kota Surabaya, nama Jalan Dinoyo berubah menjadi Jalan Sunda. Lalu, Jalan Gunung Sari berganti nama Jalan Prabu Siliwangi di bulan Maret 2018.

Di tahun sebelumnya, Yogyakarta lebih dulu memberi nama Jalan Pajajaran dan Jalan Prabu Siliwangi di ruas jalan jantung Kota Yogyakarta.

Jalan Pajajaran di Yogyakarta.

Upaya ini bertujuan memperbaiki memori kelam peristiwa perang Pasundan Bubat yang terjadi 661 tahun lalu.

Gubernur Jawa timur Soekarwo optimis pendekatan budaya mampu mengakhiri permasalahan Jawa-Sunda. "Budayalah yang bisa menjernihkan dan membersihkan yang kotor. Lewat pendekatan budaya maka tidak akan yang terluka dan merasa benar atau salah," ungkapnya.

Menurut Pakde Karwo, jauhnya jarak terjadinya Pasundan Bubat dengan munculnya berbagai cerita yang ada di buku-buku merupakan upaya divide et impera oleh penjajah.

Karenanya, para tokoh meliputi budayawan, sejarawan, akademisi dan pemerintah sepakat untuk meluruskan hal itu, sehingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan.

"Dengan harmoni budaya ini maka akan bisa menjadikan Jawa-Sunda ini bersatu dan memperkokoh NKRI seperti yang dicita-citakan para pendiri republik".

Nah itulah upaya yang dilakukan pemerintah kedua etnis tersebut dan pada zaman ini hubungan antara Etnis Sunda dan Etnis Jawa sangat harmonis. menurut saya upaya pemerintah berhasil karena jarang terjadi gesekan diantar kedua etnis tersebut.

Teman teman saya banyak yang berasal dari kedua etnis tersebut, mereka sangat dekat,menghargai, bahkan humoris sekali. Dan istilah larangan Suku Sunda menikahi Suku Jawa itu telah hilang ketika kakak perempuan saya (Sunda) menikah dengan laki laki dari etnis Jawa, semua baik baik saja, dikaruniai satu anak bahkan langgeng sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar